BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Pengetahuan
mistik metafisika adalah pengetahuan supra-rasional tentang obyek yang
supra-rasional. Banyak pandangan yang telah membawa perubahan besar pada pola
pikir manusia dan masyarakat modern, yang mendasarkan diri pada filsafat
rasionalisme dan empirisme, sehingga realitas yang dianggap nyata adalah yang
empirik, atau yang bisa dipikirkan secara rasional. Di luar semua itu,
dipandang dan diyakini sebagai sesuatu yang tidak nyata. Inilah yang disebut
dengan aliran intuisionisme. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan
tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak
bisa diperdiksi. Intuisi inilah yang menjadi pengetahuan mistik.
Namun seiring perkembangan zaman, pengetahuan mistik
menjadi terkesampingkan, akibat dari positivisme dan kemajuan ilmu pengetahuan
maka comte pun menganjurkan pola hidup sekuler dengan cara meninggalkan hal-hal
yang berbau mistik ataupun agama karena merupakan anakronisme yang harus
ditinggalkan. Dan orang yang masih berpegang pada agama merupakan ciri orang
primitip. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan tentang hakikat
pengetahuan mistik metafisika, struktur pengetahuan metafisika dan
aliran-aliran dari pengetahuan metafisika.
2. Rumusan
Masalah
1. Biografi Aristoteles ?
2. Metafisika Aristoteles ?
3. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ontologi serta membahas materi tentang Biografi, Metafisika
Aristoteles supaya kita lebih memahami akan materi yang kita bahas tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Aristoteles
Aristoteles dilahirkan di stagira pada tahun 384 SM.
Untuk menyelesaikan pendidikannya pergilah Ia ke Athena dan tinggal disitu
selama 20 tahun sebagai murit Plato. Sepeninggalan Plato Ia mendirikan sekolah
di Assus, tetapi kemudian Ia terpaksa meninggalkan kota ini serta kembali ke
Athena. Pada tahun 342 SM Ia di panggil oleh FILIPOS, Raja Masedonia untuk
mengajar anaknya yaitu Alexander. Waktu Alexander pada tahun 336 SM berangkat
ke medan perang, kembali ke Aristoteles ke Athena. Ketika ada hura-hura di
Athena sesudah Alexander meninggal, Ia meinggalkan Athena karena di dakwa
sebagai orang yang tak percaya kepada Dewa. Tahun 322 SM meninggalah Aristoteles
di Euboea.[1]
2.2 Metafisika Aristoteles
Metafisika
Aristoteles berpusat pada persoalan “Barang” dan “Bentuk” diterangkan bahwa
Aristoteles sependapat dengan Plato, bahwa adanya yang sebenarnya ialah yang
umum dan pengetahuan tentang itu ialah pengertian. Yang ditantangnya dalam
ajaran gurunya ialah perpisahan yang absolut antara idea dan kenyataan yang
lahir.[2]
1. Bentuk
Dan Kategori
Jika
benar bahwa istilah tertentu yang sangat penting itu memang ada, misalnya
bentuk yang terjdi dan muncul dalam diskusi metafisika, seharusnya menjelaskan
bahwa satu cara untuk memahami metafisika itu berarti harus memahami cara yang
harus digunakan pengarang dalam memberi makna yang sangat berbeda terhadap
istilah lama. Dengan cara ini, orang sampai pada pengertian bahwa perkembangan
pandangan metafisika baru itu dicapai dengan mengubah makna konsep sehingga
menyoroti makna aspek yang baru. Aristoteles sependapat dengan Plato dalam
membuat bentuk sebagai hal yang sentral bagi pengetahuan, dan Ia memberikan
unsur kesamaan : Bentuk itu universal dan dapat dipisahkan dari individu ;
untuk itu dalam diri sendiri tidak berubah; dan Ia merupakan sumber
inteligibilitas yang dengannya objek indra individual harus dimengerti. Sebagai
yang sering dicatat, ketidak sepakatan Aristoteles terhadap Plato terjadi pada
eksistensi dan status yang diberikan pada bentuk benda. Bagi Aristoteles,
bentuk itu adanya tidak terpisah dari objek dunia fisis, namun hanya ada
didalamnya; bentuk itu digali oleh intelegensi manusia untuk tujuan pemahaman.
Disini, yang perlu dicatat, bahwa Aristoteles menolak bahwa untuk menerima
bentuk sebagai bagaimana yang diterapkan sebagai bentuk yang abstrak seperti
kesatuan. Karena, bagaimanapun juga, tidak ada objek indrawi yang bentuk
seperti itu dapat diabstraksikan. Plato dipaksa untuk mengajukan ajarannya
tentang eksistensi bentuk yang terpisah dalam rangka menerangkan tentang konsep
abstrak, namun Aristoteles, secara lebih baik, dapat membatasi eksistensi
bentuk hanya pada unsur yang terdapat pada dunia fisis, karena dia tidak
berusaha memasukannya sebagai bentuk berbagai unsur yang lain dari pada yang
secara aktual mewujud dalam objek fisik. Sekalipun demikian, bentuk tidak hanya
berlaku pada Aristoteles; seperti kebanyakan konsep interatifnya, hal itu
sebaiknya dimengerti sebagai sesuatu yang berbeda dengan konsep yang menjadi
pasangannya. Dalam kasus ini, materi dimengerti bersama dengan bentuk dan semua
objek harus di analisis dengan menggunakan dua konsep ini. Materi bukan
merupakan sesuatu yang ada dalam diri sendiri, karena materi itu tidak lepas
dari objek aktual; namun, baik materi maupun bentuk, itu merupakan konsep dasar
yang dengannya berbagai objek dan hal dapat dimengerti dan di analisis.
Jadi, apa
yang merupakan bentuk dalam satu situasi mungkin menjadi materi dalam situasi
yang lain. Kayu adalah materi bagi pembuatan kertas, namun bentuk kertas pada
gilirannya dapat menjadi materi bagi rancangan (design) yang berupa potongan.
Jenis analisis ini mengingatkan pada ajaran Aristoteles yang termashur tentang
kategori, yang mencapai kedudukan baru dalam interpretasi yang sama seperti
berbeda bersama Kant dikemudian hari. Ada sejumlah konsep ultimate yang dengan
setiap objek didunia dapat di klasifikasikan dan dianalisis; kumpulan konsep
ini saling bersifat esklusif dan lemngkap bagi konsep dasar yang diperlukan
bagi semua pengertian. Esensi, sifat, dan aksidensi merupakan kategori yang
diperlukan yang dengannya kualitas objek dapat diklasifikasikan dan dipahami,
dan tidak ada kemungkinan untuk mereduksi semuanya ini dengan sesuatu yang
lebih mendasar. Rasionalitas itu esensial bagiku sebagai manusia; humor
merupakan sifat yang tumbuh padaku sebagaimana biasanya sebagai manusia, namun
bahwasanya aku berada dalam sebuah kapal dilautan antlantic merupakan aksidensi
bagi eksistensi-ku yang khas.
Tidak
begitu penting untuk mengatakan apa kategori aristoteles tersebut bersifat
lengkap bagi semua kategori yang mungkin, atau juga apakah dia
mendefinisikannya secara memadai. Yang terpenting adalah melihat fungsi kategori
dan memahami tujuannya dalam metafisika.
1. Empat
Kausa
Beberapa
konsep filsafat lebih dimengerti secara luas atau lebih diketahui secara
populer dari pada pembagian Aristoteles yang termashur atas semua sebab menjadi
empat macam : Material, formal, efisien, dan final. Dua sebab pertama mudah
dimengerti dengan analisis atas semua objek menjadi materi dan bentuk. Tetapi,
yang terpenting untuk diketahui adalah pandangan Aristoteles tentang
sentralitas sebab dalam pencapaia pengetahuan. Penangkapan sesuatu dengan indra
kita bahkan seandainya orang mengabstraksikan bentuk yang hadir tidak cukup
untuk menghasilkan pengetahuan. Kita dikatakan “Mengetahui” hanya ketika kita
memahami sebab dari sesuatu. Jika hal itu benar, kita harus mengetahui berbagai
macam sebab, sehingga dalam hal ini kita tidak memahami salah satu jenis sebab
saja dan mengabaikan aspek penting yang lain. Aristoteles menyatakan bahwa
sebab itu, seperti kategori, membentuk himpunan yang lengkap dan tidak dapat
direduksi, dan dia berpendapat bahwa empat macam sebab tersebut saling bersifat
esklusif dan lengkap.
·
Kausa material adalah sesuatu yang dari
situ sesuatu itu tersebut-baik itu materi fisik seperti kain untuk baju, maupun
kata yang dirangkai untuk membentuk ucapan.
·
Kausa formal secara jelas merupakan
bentuk atau setruktur yang diberikan kepada materi-pola baju atau logika
wacana.
·
Kausa efisien adalah sarana yang dengan
itu kajian dihasilkan-pembuat baju yang memotongi bahan atau kemampuan teoritas
pembicara dalam menyusun kata.
·
Kausa Final barangkali yang paling
menimbulkan banyak perdebatan, namun mungkin juga yang paling penting bagi
Aristoteles. Dalam kaitannya dengan metafisika final-tujuan atau maksud-sama
pentingnya bagi aristoteles, dalam memberi dasar bagi pengertian, sebagaimana
prinsip pertama yang jelas dalam dirinya sendiri. Maksud menjual baju adalah
untuk mendapatkan uang, atau keinginan pembicaraan adalah untuk memahamkan
pemilihan-hal ini adalah semacam sebab final yang dibicarakan Aristoteles, dan
sebab final menentukan batas luar yang diperlukan untuk mencapai pengetahuan,
sebagaimana prinsip pertama yang memberikan titik tolak yang kokoh bagi semua
analisis.
2. Penggerak
yang tidak digerakkan
Pengantar
Aristoteles untuk konsepnya tentang penggerak yang tidak digerakkan, sampai
batas tertentu, diakui merupakan tambahan yang paling penting metafisiknya.
Namun, hal tersebut merupakan sasaran kritik sejak awal. Kepentingan kita
bukanlah untuk terlibat dalam argumen yang menopang eksistensi konsep tersebut,
atau untuk menilai kritik terhadap pengantar ini sebagai “tidak perlu” ataupun
untuk melibatkan diri dalam kerumitan yang tidak perlu. Apa yang harus kita
ketahui adalah tempat dan fungsi konsep ini dalam pemikiran Aristoteles. Kita
juga harus mengerti apa yang dikatakan ide ini kepada kita, baik itu berkaitan
dengan metafisika Aristoteles maupun dengan alternatif yang lain. Mungkin,
penyelidikan terhadap perbedaan antara penggerak yang tidak digerakkan dan
“Jiwa” Plato akan banyak memberikan pelajaran. Penggerak yang tidak digerakkan
menyebabkan gerakan tanpa dirinya sendiri tanpa hatus bergerak; dia merupakan
pikiran murni yang beraktualisasi dan berfikir hanya kepada dirinya sendiri.
Aristoteles menghawatirkan gerakan lebih dari apa yang dilakukan Plato, dan
dengan demikian, Aristoteles merasa perlu untuk mengeliminasi gerakan sebagai
prinsip ultimate, karena konsep ini merupakan penghalang bagi inteligibilitas.
Gerakan itu fundamental, dan malahan Aristoteles tidak memandang sebagai
sesuatu yang memiliki sifat ilahi bagaimana Plato “Jiwa”.
Preferensi
dan tekanan Aristoteles pada prioritas aktualitas itu penting dan aktulitas
dipandang sama pentingnya oleh banyak pemikir, meskipun mereka tidak perlu
bertahan dengan sedemikian kritis terhadap proses tersebut, sebagaiman yang dipertahankan
Aristoteles. Aristoteles memberi status yang tidak terbatas sebagai potensi,
dan hal ini akan menunjukan peranan yang lebih rendah pada potensi.
Keinginannya atas batas tertentu dan atas kepenuhan memaksa bahwa aktualitas
itu dibuat primer, dan dalam kaitannya dapat dilihat, bahwa gerakan itu
mewujudkan keadaan yang tidak lengkap.[3]
PENUTUP
Kesimpulan
Aristoteles dilahirkan di stagira pada
tahun 384 SM. Untuk menyelesaikan pendidikannya pergilah Ia ke Athena dan
tinggal disitu selama 20 tahun sebagai murit Plato, dan pada tahun 322 SM
meninggalah Aristoteles di Euboea.
Metafisika Aristoteles berpusat pada
persoalan “Barang” dan “Bentuk” diterangkan bahwa Aristoteles sependapat dengan
Plato, bahwa adanya yang sebenarnya ialah yang umum dan pengetahuan tentang itu
ialah pengertian. Yang ditantangnya dalam ajaran gurunya ialah perpisahan yang
absolut antara idea dan kenyataan yang lahir. Dan adapun beberapa bahasan dalam
metafisika Aristoteles yaitu : Bentuk dan Kategori, Empat kausa, Dan Penggerak
yang tidak digerakkan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof
I.R. Poedja Wijatna, Pembimbing ke arah alam filsafat, P.T. Pembangunan Jakarta
1980
Frederick
Sontang, Pengantar Metafisika, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002
Mohammad
Hatta, Alam Pikiran Yunani, Tintamas indonesia, jakarta 1982, hlm 126
No comments:
Post a Comment