Friday, July 7, 2017

Makalah Tentang Metafisika Aristoteles

BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang Masalah
            Pengetahuan mistik metafisika adalah pengetahuan supra-rasional tentang obyek yang supra-rasional. Banyak pandangan yang telah membawa perubahan besar pada pola pikir manusia dan masyarakat modern, yang mendasarkan diri pada filsafat rasionalisme dan empirisme, sehingga realitas yang dianggap nyata adalah yang empirik, atau yang bisa dipikirkan secara rasional. Di luar semua itu, dipandang dan diyakini sebagai sesuatu yang tidak nyata. Inilah yang disebut dengan aliran intuisionisme. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diperdiksi. Intuisi inilah yang menjadi pengetahuan mistik.
Namun seiring perkembangan zaman, pengetahuan mistik menjadi terkesampingkan, akibat dari positivisme dan kemajuan ilmu pengetahuan maka comte pun menganjurkan pola hidup sekuler dengan cara meninggalkan hal-hal yang berbau mistik ataupun agama karena merupakan anakronisme yang harus ditinggalkan. Dan orang yang masih berpegang pada agama merupakan ciri orang primitip. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan tentang hakikat pengetahuan mistik metafisika, struktur pengetahuan metafisika dan aliran-aliran dari pengetahuan metafisika.


2. Rumusan Masalah
1. Biografi Aristoteles ?
2. Metafisika Aristoteles ?
3. Tujuan
      Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Ontologi serta membahas materi tentang Biografi, Metafisika Aristoteles supaya kita lebih memahami akan materi yang kita bahas tersebut.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Biografi Aristoteles
Aristoteles dilahirkan di stagira pada tahun 384 SM. Untuk menyelesaikan pendidikannya pergilah Ia ke Athena dan tinggal disitu selama 20 tahun sebagai murit Plato. Sepeninggalan Plato Ia mendirikan sekolah di Assus, tetapi kemudian Ia terpaksa meninggalkan kota ini serta kembali ke Athena. Pada tahun 342 SM Ia di panggil oleh FILIPOS, Raja Masedonia untuk mengajar anaknya yaitu Alexander. Waktu Alexander pada tahun 336 SM berangkat ke medan perang, kembali ke Aristoteles ke Athena. Ketika ada hura-hura di Athena sesudah Alexander meninggal, Ia meinggalkan Athena karena di dakwa sebagai orang yang tak percaya kepada Dewa. Tahun 322 SM meninggalah Aristoteles di Euboea.[1]

2.2  Metafisika Aristoteles
Metafisika Aristoteles berpusat pada persoalan “Barang” dan “Bentuk” diterangkan bahwa Aristoteles sependapat dengan Plato, bahwa adanya yang sebenarnya ialah yang umum dan pengetahuan tentang itu ialah pengertian. Yang ditantangnya dalam ajaran gurunya ialah perpisahan yang absolut antara idea dan kenyataan yang lahir.[2]
1.      Bentuk Dan Kategori
Jika benar bahwa istilah tertentu yang sangat penting itu memang ada, misalnya bentuk yang terjdi dan muncul dalam diskusi metafisika, seharusnya menjelaskan bahwa satu cara untuk memahami metafisika itu berarti harus memahami cara yang harus digunakan pengarang dalam memberi makna yang sangat berbeda terhadap istilah lama. Dengan cara ini, orang sampai pada pengertian bahwa perkembangan pandangan metafisika baru itu dicapai dengan mengubah makna konsep sehingga menyoroti makna aspek yang baru. Aristoteles sependapat dengan Plato dalam membuat bentuk sebagai hal yang sentral bagi pengetahuan, dan Ia memberikan unsur kesamaan : Bentuk itu universal dan dapat dipisahkan dari individu ; untuk itu dalam diri sendiri tidak berubah; dan Ia merupakan sumber inteligibilitas yang dengannya objek indra individual harus dimengerti. Sebagai yang sering dicatat, ketidak sepakatan Aristoteles terhadap Plato terjadi pada eksistensi dan status yang diberikan pada bentuk benda. Bagi Aristoteles, bentuk itu adanya tidak terpisah dari objek dunia fisis, namun hanya ada didalamnya; bentuk itu digali oleh intelegensi manusia untuk tujuan pemahaman. Disini, yang perlu dicatat, bahwa Aristoteles menolak bahwa untuk menerima bentuk sebagai bagaimana yang diterapkan sebagai bentuk yang abstrak seperti kesatuan. Karena, bagaimanapun juga, tidak ada objek indrawi yang bentuk seperti itu dapat diabstraksikan. Plato dipaksa untuk mengajukan ajarannya tentang eksistensi bentuk yang terpisah dalam rangka menerangkan tentang konsep abstrak, namun Aristoteles, secara lebih baik, dapat membatasi eksistensi bentuk hanya pada unsur yang terdapat pada dunia fisis, karena dia tidak berusaha memasukannya sebagai bentuk berbagai unsur yang lain dari pada yang secara aktual mewujud dalam objek fisik. Sekalipun demikian, bentuk tidak hanya berlaku pada Aristoteles; seperti kebanyakan konsep interatifnya, hal itu sebaiknya dimengerti sebagai sesuatu yang berbeda dengan konsep yang menjadi pasangannya. Dalam kasus ini, materi dimengerti bersama dengan bentuk dan semua objek harus di analisis dengan menggunakan dua konsep ini. Materi bukan merupakan sesuatu yang ada dalam diri sendiri, karena materi itu tidak lepas dari objek aktual; namun, baik materi maupun bentuk, itu merupakan konsep dasar yang dengannya berbagai objek dan hal dapat dimengerti dan di analisis.
      Jadi, apa yang merupakan bentuk dalam satu situasi mungkin menjadi materi dalam situasi yang lain. Kayu adalah materi bagi pembuatan kertas, namun bentuk kertas pada gilirannya dapat menjadi materi bagi rancangan (design) yang berupa potongan. Jenis analisis ini mengingatkan pada ajaran Aristoteles yang termashur tentang kategori, yang mencapai kedudukan baru dalam interpretasi yang sama seperti berbeda bersama Kant dikemudian hari. Ada sejumlah konsep ultimate yang dengan setiap objek didunia dapat di klasifikasikan dan dianalisis; kumpulan konsep ini saling bersifat esklusif dan lemngkap bagi konsep dasar yang diperlukan bagi semua pengertian. Esensi, sifat, dan aksidensi merupakan kategori yang diperlukan yang dengannya kualitas objek dapat diklasifikasikan dan dipahami, dan tidak ada kemungkinan untuk mereduksi semuanya ini dengan sesuatu yang lebih mendasar. Rasionalitas itu esensial bagiku sebagai manusia; humor merupakan sifat yang tumbuh padaku sebagaimana biasanya sebagai manusia, namun bahwasanya aku berada dalam sebuah kapal dilautan antlantic merupakan aksidensi bagi eksistensi-ku yang khas.
      Tidak begitu penting untuk mengatakan apa kategori aristoteles tersebut bersifat lengkap bagi semua kategori yang mungkin, atau juga apakah dia mendefinisikannya secara memadai. Yang terpenting adalah melihat fungsi kategori dan memahami tujuannya dalam metafisika.

1.      Empat Kausa
Beberapa konsep filsafat lebih dimengerti secara luas atau lebih diketahui secara populer dari pada pembagian Aristoteles yang termashur atas semua sebab menjadi empat macam : Material, formal, efisien, dan final. Dua sebab pertama mudah dimengerti dengan analisis atas semua objek menjadi materi dan bentuk. Tetapi, yang terpenting untuk diketahui adalah pandangan Aristoteles tentang sentralitas sebab dalam pencapaia pengetahuan. Penangkapan sesuatu dengan indra kita bahkan seandainya orang mengabstraksikan bentuk yang hadir tidak cukup untuk menghasilkan pengetahuan. Kita dikatakan “Mengetahui” hanya ketika kita memahami sebab dari sesuatu. Jika hal itu benar, kita harus mengetahui berbagai macam sebab, sehingga dalam hal ini kita tidak memahami salah satu jenis sebab saja dan mengabaikan aspek penting yang lain. Aristoteles menyatakan bahwa sebab itu, seperti kategori, membentuk himpunan yang lengkap dan tidak dapat direduksi, dan dia berpendapat bahwa empat macam sebab tersebut saling bersifat esklusif dan lengkap.
·         Kausa material adalah sesuatu yang dari situ sesuatu itu tersebut-baik itu materi fisik seperti kain untuk baju, maupun kata yang dirangkai untuk membentuk ucapan.
·         Kausa formal secara jelas merupakan bentuk atau setruktur yang diberikan kepada materi-pola baju atau logika wacana.
·         Kausa efisien adalah sarana yang dengan itu kajian dihasilkan-pembuat baju yang memotongi bahan atau kemampuan teoritas pembicara dalam menyusun kata.
·         Kausa Final barangkali yang paling menimbulkan banyak perdebatan, namun mungkin juga yang paling penting bagi Aristoteles. Dalam kaitannya dengan metafisika final-tujuan atau maksud-sama pentingnya bagi aristoteles, dalam memberi dasar bagi pengertian, sebagaimana prinsip pertama yang jelas dalam dirinya sendiri. Maksud menjual baju adalah untuk mendapatkan uang, atau keinginan pembicaraan adalah untuk memahamkan pemilihan-hal ini adalah semacam sebab final yang dibicarakan Aristoteles, dan sebab final menentukan batas luar yang diperlukan untuk mencapai pengetahuan, sebagaimana prinsip pertama yang memberikan titik tolak yang kokoh bagi semua analisis.

2.      Penggerak yang tidak digerakkan
Pengantar Aristoteles untuk konsepnya tentang penggerak yang tidak digerakkan, sampai batas tertentu, diakui merupakan tambahan yang paling penting metafisiknya. Namun, hal tersebut merupakan sasaran kritik sejak awal. Kepentingan kita bukanlah untuk terlibat dalam argumen yang menopang eksistensi konsep tersebut, atau untuk menilai kritik terhadap pengantar ini sebagai “tidak perlu” ataupun untuk melibatkan diri dalam kerumitan yang tidak perlu. Apa yang harus kita ketahui adalah tempat dan fungsi konsep ini dalam pemikiran Aristoteles. Kita juga harus mengerti apa yang dikatakan ide ini kepada kita, baik itu berkaitan dengan metafisika Aristoteles maupun dengan alternatif yang lain. Mungkin, penyelidikan terhadap perbedaan antara penggerak yang tidak digerakkan dan “Jiwa” Plato akan banyak memberikan pelajaran. Penggerak yang tidak digerakkan menyebabkan gerakan tanpa dirinya sendiri tanpa hatus bergerak; dia merupakan pikiran murni yang beraktualisasi dan berfikir hanya kepada dirinya sendiri. Aristoteles menghawatirkan gerakan lebih dari apa yang dilakukan Plato, dan dengan demikian, Aristoteles merasa perlu untuk mengeliminasi gerakan sebagai prinsip ultimate, karena konsep ini merupakan penghalang bagi inteligibilitas. Gerakan itu fundamental, dan malahan Aristoteles tidak memandang sebagai sesuatu yang memiliki sifat ilahi bagaimana Plato “Jiwa”.

Preferensi dan tekanan Aristoteles pada prioritas aktualitas itu penting dan aktulitas dipandang sama pentingnya oleh banyak pemikir, meskipun mereka tidak perlu bertahan dengan sedemikian kritis terhadap proses tersebut, sebagaiman yang dipertahankan Aristoteles. Aristoteles memberi status yang tidak terbatas sebagai potensi, dan hal ini akan menunjukan peranan yang lebih rendah pada potensi. Keinginannya atas batas tertentu dan atas kepenuhan memaksa bahwa aktualitas itu dibuat primer, dan dalam kaitannya dapat dilihat, bahwa gerakan itu mewujudkan keadaan yang tidak lengkap.[3]
















PENUTUP
Kesimpulan
Aristoteles dilahirkan di stagira pada tahun 384 SM. Untuk menyelesaikan pendidikannya pergilah Ia ke Athena dan tinggal disitu selama 20 tahun sebagai murit Plato, dan pada tahun 322 SM meninggalah Aristoteles di Euboea.
Metafisika Aristoteles berpusat pada persoalan “Barang” dan “Bentuk” diterangkan bahwa Aristoteles sependapat dengan Plato, bahwa adanya yang sebenarnya ialah yang umum dan pengetahuan tentang itu ialah pengertian. Yang ditantangnya dalam ajaran gurunya ialah perpisahan yang absolut antara idea dan kenyataan yang lahir. Dan adapun beberapa bahasan dalam metafisika Aristoteles yaitu : Bentuk dan Kategori, Empat kausa, Dan Penggerak yang tidak digerakkan.













DAFTAR PUSTAKA
Prof I.R. Poedja Wijatna, Pembimbing ke arah alam filsafat, P.T. Pembangunan Jakarta 1980
Frederick Sontang, Pengantar Metafisika, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Tintamas indonesia, jakarta 1982, hlm 126



[1] Prof I.R. Poedja Wijatna, Pembimbing ke arah alam filsafat, P.T. Pembangunan Jakarta 1980, hlm 33
[2] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Tintamas indonesia, jakarta 1982, hlm 126
[3] Frederick Sontang, Pengantar Metafisika, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, hlm 84-97

No comments:

Post a Comment